Translate

Jumat, 02 Mei 2014

2 Mei: Refleksi atas Ruh dan Tujuan Pendidikan Bangsa


Kualitas pendidikan merupakan tolok ukur kemajuan peradaban suatu bangsa. Oleh sebab itu pula, peradaban manusia dikenal sejak adanya peradaban tulis, yang dikenal dengan istilah “sejarah”. Dengan demikian, tidak salah jika kemajuan pendidikan dijadikan sebagai manifestasi kemajuan sebuah bangsa. Cita-cita luhur bangsa Indonesia sebagaimana tercantum dalam pembukaaan UUD 1945 adalah “mencerdaskan kehidupan bangsa”. Oleh sebab itu pulalah, cita-cita ini ditegaskan kembali dalam undang-undang tentang pendidikan nomor 20/2003.
            Cita-cita bangsa sebagaimana tercantum dalam konstitusi tersebut merupakan ruh daripada pendidikan bangsa ini. Oleh karena itu, kehidupan pendidikan bangsa akan terus berkesinambungan jika ruhnya terus diperjuangkan dan diupayakan semaksimal mungkin. Pendidikan dalam bahasa latin disebut dengan educare yang secara harfiah dimaknai dengan “menarik keluar dari”. Sehingga pendidikan adalah sebuah aksi nyata yang membawa seseorang keluar dari kondisi tidak merdeka (perbudakan), tidak dewasa, ketergantungan, ketidak jujuran menuju situasi merdeka, dewasa, mandiri (menentukan diri sendiri), dan bertanggung jawab serta jujur. Oleh sebab itu, dengan pendidikan diharapkan manusia diciptakan bukan untuk siap kerja, namun berwatak siap belajar terus, dan siap mengadakan transformasi sosial karena sudah mengalami transformasi terlebih dahulu lewat pendidikan.
            Bicara masalah ruh pendidikan, tentunya tidak bisa dilepaskan dari tujuan pendidikan itu sendiri. Berdasarkan Undang-undang pendidikan nomor 20/2003 bab II pasal 3 bahwa fungsi pendidikan nasionl, yaitu, mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat, serta mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis, serta bertanggung jawab.
            Melihat tujuan pendidikan di Indonesia yang begitu sangat mulia, tentunya agak miris jika dikaitkan atau dibandingkan dengan realita sosial yang ada. Sebut saja contoh kecil namun berdampak besar, karut marut pelaksanaan UN di tahun 2012-2013. Belum juga tuntas permasalahan UN yang masih dianggap “merampas” hak-hak anak bangsa untuk mendapatkan pendidikan yang nyaman, damai dan tidak menakutkan. Ternyata nama bangsa Indonesia harus dipertaruhkan di mata dunia hanya gara-gara kekacauan dalam pelaksanaan UN di tahun tersebut. Permasalahan ini pula kembali muncul dengan isu kebocoran kunci jawaban soal Ujian Nasional.
            Dari sekian lama peringatan Hari Pendidikan Nasional di negara ini, sudah sepantasnya untuk merefleksi tujuan luhur pendidikan sebagaimana dibangun oleh Bapak Pendidikan, Ki Hajar Dewantara. Baginya pendidikan adalah proses untuk menciptakan peserta didik yang berbudi pekerti sekaligus keseimbangan antara cipta, rasa, dan karsa. Ini artinya keseimbangan antara kognitif, afektif dan psikomotorik adalah tolok ukur ideal untuk keberhasilan pendidikan, dan bukan dari aspek kognitif semata. Melalui tulisan ini, semoga pendidikan bangsa ini bisa semakin maju dan menghayati kembali ruh dan cita-cita luhur pendidikan bangsa sebagaimana tercantum dalam konstitusi bangsa, dan juga cita-cita Ki Hajar Dewantara sebagai Bapak Pendidikan. Amin...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar