Translate

Rabu, 12 Juni 2013

Tuhan, Agama-Mu Apa?

“Wahai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kalian laki-laki dan perempuan dan Kami jadikan kalian berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kalian saling mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia di antara kalian adalah yang paling bertaqwa”

Demikian pengakuan Allah dalam salah satu potongan ayat atau bagian sangat kecil dari kitab al-Qur’an untuk menjelaskan bahwa keberagaman adalah sunnah Allah yang sudah tidak bisa dipungkiri oleh apa dan siapapun. Banyak agama di muka bumi ini. Mulai dari agama-agama besar, Nasrani, Islam, Yahudi, hingga agama-agama kecil lainnya. Setiap agama meyakini Tuhan, dan setiap agama memiliki konsep Tuhan yang berbeda-beda pula. Namun di samping itu, ada satu hal yang mungkin sama, yaitu bahwa setiap agama meyakini bahwa Tuhan adalah pencipta langit dan bumi beserta isinya.
Islam mengenal Tuhan dengan nama Allah, Nasrani mengenal Tuhan dengan nama Allah (dibaca Alah), Yahudi mengenal Tuhan dengan sebutan Yahwe, dan lain-lain. Masing-masing agama memiliki sebutan tersendiri sesuai dengan keyakinan dan intinya menibulkan ketulusan dan keikhlasan.
Apakah benar kalau Tuhan hanya menginginkan manusia menjadi seragam? Kalau benar, kenapa toh pada kenyataannya manusia ini beragam atau multi dimensi? Apakah karena Tuhan tidak mampu menyeragamkan makhluk-Nya? Tentunya tidak sama sekali. Kalau setiap agama, setiap individu meyakini bahwa Tuhan Maha Kuasa, pastinya Tuhan akan menjadikan makhluk-Nya seragam, semua laki-laki, atau semua perempuan, atau semua tidak memiliki hidung misalnya. Tapi itupun tidak sama sekali. Lantas apakah memang Tuhan juga pada hakikatnya tidak menginginkan keberadaan agama lain di muka bumi ini selain Islam? Kalau begitu, kenapa Yahudi masih ada, kenapa Nasrani juga tetap eksis? Berarti Tuhan menginginkan keberadaan agama yang lain kan?
Bagai saya, agama secara formal bukanlah tolok ukur untuk jaminan mendapat kasih sayang Tuhan, agama secara formal bukanlah ukuran untuk berhak merasakan dan mendapatkan surga. Surga adalah tempat yang dijanjikan oleh Tuhan untuk seluruh makhluk-Nya, tanpa pandang ras, jenis kelamin, suku, warga negara, dan bahkan agama sekalipun. Tapi yang berhak masuk surga adalah mereka yang mampu memberikan kasih sayang pada makhluk Tuhan, sekaligus menyerahkan diri secara total dan mutlak pada Tuhan yang Maha Kuasa. Kapanpun manusia merasa berhak masuk surga hanya karena agama, maka sebenarnya dia sudah melanggar kodrat atau sunnah Allah yang menciptakan makhluk-Nya yang terdiri dari beragam agama. Tat kala manusia merasa paling berhak merasakan nikmatnya surga hanya karena merasa paling saleh, maka dalam waktu yang sama dia adalah pengikut Iblis yang pertama kali melakukan kesombongan yang hakiki.
Apakah tidak bisa, kalau kita berjalan bersama menuju Tuhan melalui jalan yang berbeda? Apakah kita sebagai manusia, tidak bisa menghargai keberadaan makhluk Tuhan yang lain untuk merasakan nikmatnya surga?     Kalaulah seandainya di akhirat nanti, kita masuk surga dan duduk bersama dengan orang yang menganut dan meyakini agama lain, akankah kita melakukan demonstrasi pada Tuhan dan menuntut agar mereka masuk neraka? Kalau demikian halnya, dimana letak keikhlasan kita untuk mengabdi dan menghambakan diri pada Tuhan? Apakah kita juga akan protes dengan keberadaan orang lain di surga nanti? Saya rasa tidak mungkin, buktinya hanya dikasih duit sogokan, hanya arena ditawarin rumah mewah, hanya karena dikasih kursi jabatan yang notabene merupakan kenikmatan semu di dunia saja, kita sudah tergiur dan lupa akan Tuhan. Bagaimana mungkin mau protes lagi kalau seandainya Tuhan nanti memberikan kenikmatan surga? Pasti sudah terlena, dan lupa dengan orang lain.
Pada akhirnya, mari kita sama-sama jalani agama kita masing-masing, kita yakini agama kita masing-masing. Dan kalau perlu di akhirat kelak, kita bertanya: “Tuhan Agama-Mu Apa?”

Dan Tuhan pun Berdialog dengan Iblis

Dan Tuhan pun Berdialog dengan Iblis
    Iblis sampai kapan pun akan selalu dikenal oleh manusia sebagai musuh abadi. Pemahaman atas kutukan Tuhan terhadap Iblis semacam ini tentunya dikenal dalam keyakinan setiap agama di muka bumi ini, terebih-lebih dalam agama samawi (Yahudi, Nasrani, Islam) kerena di berbagai kitab agama samawi manapun Iblis dikenal sebagai penyebab terperosoknya manusia ke lembah kehinaan, bahkan agama non samawi sekalipun masih menyatakan secara tegas sosok Iblis yang seram dan menakutkan. Kalau dibandingkan dengan Tuhan, tentunya Iblis tidak ada apa-apanya, karena Tuhan selalu pasti Yang Maha Besar, Yang Maha Kuasa, Yang Maha Tinggi, Yang Maha Kaya dan berbagai Maha yang lainnya. Namun demikian, sering kali manusia lupa kalau Tuhan juga Maha Dialogis. Lihat saja contohnya ketika Iblis disuruh oleh Tuhan untuk sujud kepada Adam, dengan kesombongannya, Iblis tidak mau dan menolak hanya karena merasa lebih mulia dan agung daripada Adam.
    Namun demikian, Tuhan yang Maha Besar, kok gak mau ya memaksa Iblis? Coba kalau seandainya Tuhan juga egois, pasti saat itu Iblis dimatikan atau dicabut nyawanya seketika, atau kata lainnya dipencet sampai hangus. Tapi menurut penulis sih, karena memang Tuhan Maha Dialogis, Dia tidak mau seenaknya saja, hanya gara-gara masalah pribadi harus menggunakan kekuasaannya semena-mena. Selain itu, kalau Tuhan juga hanya gara-gara permasalahan pribadi dengan Iblis, kemudian serta merta menggunakan kekuasaannya, berarti Tuhan “sentimentil” donk?
    Nah, bandingkan coba dengan kisah-kisah manusia saat ini. Kita lihat saja kisah biadab sekelompok manusia yang punya kuasa yang seenaknya saja membunuh orang lain, padahal nyawa pemberian Tuhan, kalau pemberian nenek moyangnya sih masih bisa ditolerir, tapi nyawa kita kan pemberian Tuhan, tapi kok berani ya ngambilnya dari orang lain? Nyawa cuma satu, tapi karena gara-gara gak punya power atau kekuasaan, jadinya gak berarti, murah dan gak bisa diperjuangkan apalagi harus dihargai. Apa memang karena para penguasa berfikir kalau nyawa itu bisa diganti rugi ya???? Hahaha, kayaknya sih memang seperti itu, buktinya kita sering dengarkan ada dana kompensasi atau ganti rugi bagi korban jiwa. Dana kopensasi simbah atau nenek moyang mereka kali ya.....
    Dari masa ke masa ternyata manusia Indonesia semakin beringas dan haus darah. Bangsa yang dulu dikenal ramah, sopan dan suka gotong royong, ternyata sekarang menjadi bangsa yang egois, individualis, dan suka menggotong harta dan nyawa orang lain. Dari kasus makam mbah priok, kasus Ahmadiyah, kasus Mesuji, kasus Bima, kasus Pesantren di Sampang, kasus Gereja di Bekasi sampai adanya kasus penikaman terhadap pendeta ketika akan melaksanakan ibadah, kasus pengusiran secara brutal terhadap seminar yang diadakan di berbagai daerah dengan Irshad Manji atau bedah buku “Allah, Love and Liberty yang sampai melakukan hal anarkis seperti pengrusakan fasilitas di kantor LKis. ”Wah,,,, wah,,, wah,,,, miris rasanya melihat kenyataan seperti ini. Katanya orang Indonesia sopan, santun, masyarakat gotong royong? Tapi masalah kemanusiaan selalu saja terjadi.. Parahnya lagi ini ya.... dilakukan oleh orang berseragam gagah, berwibawa, suaranya lantang. Ya iyalah, kan mereka memang latihannya seperti itu? Coba kalau mereka dilatih jalan-jalan memberi makan orang miskin, dilatih solat jama’ah dan zikir bersama, beribadah ke gereja dengarin khotbah kedamaian, dibawa ke pura untuk semedi mendengar kata hati nurani, pasti mereka juga tidak akan berani memukul orang lain, membabi buta menembaki orang lain, apalagi membiarkan orang terbunuh di bawah kaki mereka. Tapi, gak tau juga ya, buktinya ada juga orang yang berjenggot panjang, celana congklang, jubah putih, sorban putih membunuh orang. Ngakunya sih orang beriman dan pengikut ajaran Nabi secara setia dan murni dan tulus....
    Kalau orang bilang sosok semacam ini adalah orang yang taat beribadah, namun menjadi pesaing dalam kehidupan sosial. Makanya mereka takut banget kalau Tuhan mereka direbut orang, nabi mereka diambil orang. Hahahaha, lucu memang ya, katanya Tuhan mereka Maha Kuasa, tapi ko takut kalau ada orang yang mengakui Tuhan mereka sebagai sembahan orang lain.
    Anehnya lagi, kok keberagamaan orang dinilai dari jenggot panjang ya? Padahal kan jenggot itu milik siapa saja, mana ada ya surat izin khusus untuk memiliki jenggot dari Tuhan? Apa memang jenggot milik golongan ya? Katanya jenggot adalah lambang kesalehan orang muslim... Aneh sekali ya... kalau sekarang kan orang berjenggot banyak sekali. Kalau melihat ini, saya jadi teringat dengan sebuah film “Valley of Wolves Palistine”, ternyata jangan salah lho, pemeran aktor pemimpin zionis Israel yang membabi buta karena rasa dendam kepada perjuangan orang Palestina punya brewok, jambang, jenggot (tapi tipis sih). Terus, kalau lambang kesalehan juga dilihat dari jubah, dan sorban, itu kan memang pakaian biasa orang Arab, jangankan Nabi Muhammad dan para sahabat, Abu Jahal, Abu Lahab juga pakai sorban dan jubah lho. Bahkan mungkin lebih tebal dan lebih panjang dari jubah orang biadab yang ada di Indonesia ini yang berani mengumandangkan “Allohu Akbar” ketika membunuh orang lain. Orang Indonesia biadab itu seenaknya memakai “atribut Islam” pada saat kerusuhan dengan Ahmadiyah, melompat keatas, dan kemudian menginjakkan kakinya di atas badan orang yang sudah terkapar.
    Adalagi kasus celana congklang yang lebih seru.... Celana congklang itu juga dijadikan sebagai lambang kesalehan. Katanya sih biar gak sombong. Mang apa kaitannya ya, antara hati dan celana congklang. Bukannya ketika orang memakai sesuatu untuk merasa tidak sombong menjadi bukti kesombongan tersembunyi? Iya gak seh? Coba aja bayangin, orang memakai sesuatu, dan kemudian merasa tidak sombong, hayo???? Itu berarti dia sombong kan dengan ketidak sombongannya??? Oya, tadi saya bilang kalau ada tragedi yang aneh dan paradoks di Indonesia ini. Celana congklang lambang kesalehan itu sering lho penulis lihat dipakai oleh anak-anak Punk. Anehnya, anak-anak Punk di Aceh malah ditangkapin tu... Katanya gak Islami atau melanggar syari’at.
    Nah, kalau gitu urusannya, berbagai lambang kesalehan itu sebenarnya bukan hal yang paling krusial untuk diperdebatkan. Masalah agama ko dikaitkan dengan celana congklang, jubah putih tebal dan panjang, jenggot dan berbagai atribut lainnya. Pada akhirnya kita terbentur sendiri kan dengan fenomena sosial yang ada. Oleh sebab itu, serahkan ajalah urusan agama pada individu masing-masing. Gak usah terlalu sombong dengan kekuasaan kecil. Katanya Tuhan Maha Kuasa, kalau begini caranya berarti kita sudah mengambil kekuasaan Tuhan dunk... Baru jadi Polisi, pengusaha, Bupati, Gubernur, Presiden sudah merasa menjadi tuhan kepada kaum miskin dan minoritas. Mentang-mentang agama mayoritas, seolah-olah sudah jadi merasa paling benar, dan memiliki mandat dari Tuhan untuk mengintimidasi kaum minoritas.
    Sudahlah, cukup sampai di sini kesombongan ini, dan marilah kita hidup bersama, dan berdampingan. Tuhan saja mau kok berdialog dengan Iblis, masa kita sebagai manusia tidak bisa dialog sih? Katanya manusia makhluk paling sempurna yang memiliki akal dan pikiran dan juga makhluk dialogis?????