Translate

Senin, 02 April 2012

Rosul Sebagai Figur Praksis Kasih Sayang

RASUL SEBAGAI FIGUR PRAKSIS KASIH SAYANG

    Islam Rahmatan li al-alamin adalah cita-cita kenabian yang diembankan oleh Allah pada Rasulullah Muhammad Saw. Cita-cita semacam ini juga tidak hanya dalam slogan beragama semata, namun harus dibuktikan dalam aktualisasi diri dalam bersosial, dan inilah yang dikenal dalam Islam dengan sebutan amal saleh.     Seringkali seorang penganut agama mengaku mengikuti Nabi-nya dan risalahnya, namun tak jarang pula lupa menanamkan dalam dirinya cita-cita yang telah dibangun oleh Nabi-nya tersebut. Dalam hal ini, Islam sebagai rahmatan lil’alamin sangat memperhatikan sisi kemanusiaan yang mengajarkan bagaimana membangun kehidupan yang harmonis. Muhammad Saw memang ditugaskan oleh Allah membawa risalah Islam, namun perlu dipahami bahwa risalah tersebut tidak bersifat khusus untuk umat muslim semata, namun berlaku bagi seluruh semesta alam.

Dan tiadalah kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam. (al-Anbiya’: 107)

عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم: إِنَّمَا بُعِثْتُ لأُتَمِّمَ صَالِحَ الأَخْلاَقِ
    Dari Abu Hurairah berkata: “Rasulullah Saw. bersabda: “Tiadalah aku diutus kecuali hanya untuk menyempurnakan akhlak” (HR. Ahmad)

Pola kalimat yang dibangun dalam ayat dan hadis di atas kalau dicermati tentunya terlihat jelas ada kesamaan. Jika QS. al-Anbiya’ dibangun dengan pola ma dan illa, maka hadis yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah dibentuk dengan kata innama. Dengan demikian misi akbar Rasul Muhammad Saw. adalah menebarkan kasih sayang yang bertujuan untuk menciptakan pencerahan. QS. Al-Anbiya’ ini menceritakan tentang tugas kerasulan Muhammad Saw, sekaligus memberikan jawaban yang bersifat universal bahwa Rasulullah Saw diutus hanya sebagai pembawa dan penyebar kasih sayang bagi seluruh semesta alam dan untuk menyempurnakan akhlak manusia. Kalau dicermati lebih dalam, ayat ini sebagai bukti penguatan dari sifat Allah yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang seperti bunyi dalam basmalah.
Dalam menyikapi ayat dan hadis di atas, ada beberapa hal yang harus diperhatikan, utamanya makna setiap kata dari ayat dan ayat tersebut. Pertama, kata ma, salah satu fungsinya adalah li-al-nafyi (meniadakan). Kemudian selanjutnya ditekankan dengan kata illa yang berfungsi sebagai al-istisna (pengecualian). Dengan demikian kata ma jika di-taukid dengan illa akan bermakna sama dengan innama, yaitu berfungsi untuk men-tasbit atau mengukuhkan kata yang disebutkan setelahnya sekaligus meniadakan kata selain itu.
Selanjutnya kata yang perlu ditelisik adalah rahmah. Secara linguistik, kata rahmah bermakna kelemahlembutan dan kepedulian (al-riqqah wa al-ta’atuf wa al-marhamah). Kata rahmah ada kaitannya dengan rahim yang berfungsi sebagai tempat berkembangnya janin dalam perut. Oleh sebab itu menyebarkan kasih sayang haruslah sebagaimana menyayangi saudara serahim sendiri. Singkatnya, Allah ingin mengatakan pada seluruh makhluknya bahwa Rasul tidaklah diutus ke bumi kecuali hanya untuk meyebarkan kasih sayang, kelemah lembutan, kepedulian, seolah-olah mereka semua adalah satu rahim dan satu kerabat dengan Rasul. Hal semacam ini pulalah yang harus dipraktekkan oleh setiap individu yang mengaku sebagai pengikut Muhammad dan hamba Allah, yaitu mampu melihat siapa dan apa saja seperti halnya semua alam adalah satu rahim dan satu kerabat. 
Keuniversalan misi Nabi ini juga dapat dilihat dalam hadis Nabi yang berbunyi sebagai berikut:
عنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الرَّاحِمُونَ يَرْحَمُهُمْ الرَّحْمَنُ ارْحَمُوا مَنْ فِي الْأَرْضِ يَرْحَمْكُمْ مَنْ فِي السَّمَاءِ
    Dari ’Abd Allah bin ’Amr berkata: ”Rasulullah saw. bersabda: ”Yang memiliki kasih sayang akan mendapat kasih sayang dari yang Maha Penyayang. Sayangilah yang ada di bumi, niscaya yang di langit akan menyayangimu. (al-Tirmizi)

Pada hadis yang diriwayatkan oleh al-Tirmizi ini secara gamblang menggambarkan perintah praksis dari Nabi bagi pengikutnya untuk menebarkan kasih sayang bagi siapapun yang ada di muka bumi ini tanpa melihat status ras, suku, warna kulit dan agama sekalipun.
Pernyataan al-Qur’an dan al-hadis mengenai keuniversalan sifat kasih sayang Nabi Muhammad tentunya tidaklah hanya sekedar semboyan semata. Namun lebih dari itu, praktek semacam ini telah membuktikan keberhasilan Nabi Muhammad dalam membentuk peradaban baru dalam dunia Arab pada saat itu dan peradaban baru dalam dunia Islam secara umum sampai sekarang. Beliau yang dicap oleh Allah dalam al-Qur’an sebagai sosok yang paling mulia akhlaknya sebagaimana dalam QS. al-Qalam: 4, tentu saja ingin memberikan keteladanan tertinggi pula, bahwa kekerasan dalam bentuk apapun baik lisan maupun sikap dalam Islam tidak pernah dibolehkan dan dibenarkan yang notabene sebagai rahmatan li al-’alamin.
Dalam hal ini, harus diakui bahwa rahmat dan kasih sayang Nabi merupakan kategori kasih sayang yang proaktif dan progresif. Artinya, rahmat dan kasihnya melampaui batas-batas primordialnya. Rahmat dan kasihnya bersifat universal untuk semua umat beragama dan untuk sepanjang masa. Rahmat dan kasihnya merupakan unsur terpenting bagi keseimbangan dan keberlangsungan dakwah Rasulullah saw. Oleh karena itu, pada masa kontemporer semacam ini, ajaran Islam yang dibawa Nabi Muhammad Saw. bersifat paripurna, yaitu kasih sayang terhadap seluruh makhluk Tuhan di muka bumi. Karenanya, dalam pesan tersebut terdapat hikmah Tuhan dalam mengatur urusan manusia agar syari’at yang dibawa oleh Islam adalah syari’at kasih sayang hingga hari kiamat.
    Keislaman yang otentik baik dalam hadis maupun dalam al-Qur’an selalu dikaitkan dengan bentuk aktualisasi diri dalam mengedepankan akhlak yang mulia, seperti dalam hadis Shahih al-Bukhari.
عن حسين المعلم قال عن النبي صلى الله عليه و سلم قال لا يؤمن أحدكم حتى يحب لأخيه ما يحب لنفسه
    Dari Husain al-Mu’allim dari Nabi saw., bersabda: “Tidak beriman salah seorang di antara kamu sehingga ia mencintai saudaranya seperti ia mencintai dirinya sendiri” (HR. al-Bukhari)
عن أبي هريرة قال قال رسول الله صلى الله عليه و سلم :من كان يؤمن بالله واليوم الآخر فلا يؤذ جاره ومن كان يؤمن بالله واليوم الآخر فليكرم ضيفه ومن كان يؤمن بالله واليوم الآخر فليقل خيرا أو ليصمت
   
    Dari Abu Hurairah berkata: Rasululullah saw bersabda: “Barang siapa beriman pada Allah dan hari kiamat, maka janganlah menyakiti tetangganya, dan barang siapa yang beriman pada Allah dan hari akhir, maka hendaklah ia memuliakan tamunya, dan barang siapa yang beriman pada Allah dan hari akhir, maka hendaklah berkata benar atau diam”

Secara semiotik sendiri, term Islam berasal dari kata salima-yaslamu-salamatan wa salaman yang artinya adalah bebas dari kerusakan zahir dan batin. Kemudian menjadi aslama-yuslimu yang membentuk kata kerja transitif atau yang membutuhkan objek. Sehingga, jika agama Islam dimaknai seperti ini, maka seorang muslim selayaknya harus mampu memberikan kedamaian dan keselamatan bagi dirinya sendiri, kemudian untuk menyempurnakan keislamannya, dituntut pula untuk memberikan kedamaian dan keselamatan bagi orang lain. Agama Islam adalah agama damai yang sangat menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, toleran, bahkan Islam adalah agama yang mengajak keterlibatan aktif dengan orang yang berbeda agama tidak sekedar toleransi, tetapi jauh dari itu memahami akan substansi ajaran agama orang lain.
    Radikalisme atau kekerasan sebenarnya muncul dari sikap eksklusif pada agama sendiri. Oleh karena itu, kemampuan untuk menghayati agama menjadi kurang dan apalagi untuk menghidupkannya. Islam sebagai agama, dengan demikian harus dihayati dan dihidupkan dalam diri penganutnya dengan cara memahami cita-cita Nabi Muhammad sebagai pembawanya, yaitu menebarkan kasih sayang dan menyempurnakan akhlak. Banyak individu yang mengaku mengikuti Nabi namun sangat sedikit yang paham dengan cita-citanya.
Begitu banyak bertebaran ayat-ayat al-Qur’an yang menggambarkan bukti kasih sayang Tuhan dan Rasul-Nya terhadap makhluknya, seharusnya menjadi acuan untuk mengedepankan kasih sayang daripada kekerasan dalam menyikapi problematika kehidupan yang penuh dengan keberagaman ini. Kasih sayang dan kelemah lembutan menjadi sebuah kebutuhan primer yang harus tetap dijaga.
Kegagalan umat Islam selama ini disebabkan karena tidak mampu menerjemahkan kebenaran Islam. Ketidakpekaan terhadap nilai-nilai universal Islam menyebabkan umat Islam mengalami ketertinggalan yang pada gilirannya cenderung merasa inferior dan sloganistik. Di samping itu, model keberagamaan yang lebih mengedepankan kekerasan dalam menyikapi keberagamaan akan menjadi penyebab hilangnya citra agama Islam yang rahmatan li al-‘alamin dan semakin kehilangan relevansinya.
Pada akhirnya, kekerasan dalam bentuk apapun akan menjadi hawa panas yang menyebabkan orang yang berada di sekitarnya  merasa gerah, waswas dan bahkan takut terserang oleh kekerasan tersebut.  Pada akhirnya orang di sekitarnya juga lama kelamaan akan terbakar dan kemudian akan berusaha menjauhi agama Islam. Resiko semacam ini tentunya tidak pernah kita harapkan sebagai bagian dari agama Islam itu sendiri. Oleh sebab itu, Islam rahmatan lil’alamin tetap harus menjadi sikap yang dibangun oleh setiap individu dalam beragama. 
Teladan yang diajarkan Nabi kepada manusia secara umum sebagaimana dijelaskan di atas harus menjadi pedoman hidup, apalagi di tengah meluasnya aksi kekerasan yang mengatasnamakan agama. Karena itu, misi utama Nabi Muhammad Saw sebagai pembawa Islam ramhmatan lil’alamian harus diangkat ke permukaan dalam rangka menampilkan ajaran Islam yang bersifat global dan universal. Dengan mengedepankan Islam ramhatan lil’alamin akan menjadi cermin yang utuh dalam merajut hubungan horizontal. Cita-cita semacam ini bukanlah hal yang mustahil karena sudah dibuktikan oleh Rasul di masa terdahulu. Prinsip moral yang bersifat universal semacam inilah yang harus ditanamkan dalam setiap individu sehingga mampu mengubah orientasi dalam hidup, mengubah mentalitas dan hati, serta menggerakkan setiap individu untuk menuju orientasi hidup yang baru yang penuh kedamaian dan kasih sayang. Pertanyaan selanjutnya adalah mana yang termasuk kategori primer atau skunder, Islam sebagai rahmatan lil’alamin (kasih sayang) atau Islam radikalis yang selalu bergerak dengan muka garang dan menakutkan serta diajarkan dengan kekerasan?


Tidak ada komentar:

Posting Komentar