Translate

Selasa, 24 Juni 2014

Atas Nama Keadilan Siapapun Berhak jadi Presiden



Perbincangan masalah agama, selalu menarik karena sensitif dan seksi. Sensitif karena agama merupakan keyakinan atau kepercayaan yang tumbuh dan mengakar dalam diri setiap individu, sehingga posisinya sangat sakral dan suci. Sementara itu, agama sesalu seksi disebabkan dihinggapi atau dikelilingi oleh unsur eksternal dari agama dan penganutnya sendiri. Baik dari unsur budaya, adat istiadat, tradisi, dan bahkan politik. Serta berbagai unsur eksternal lainnya. Masalah akan lebih rumit ketika berbagai unsur eksternal tersebut saling tarik-menarik atas nama agama sesuai dengan kepentingan dan tujuan masing-masing sekaligus mengesampingkan atau bahkan menafikan unsur atau pihak lain.
             Mengingat begitu sensitif dan seksinya isu agama, ternyata berimbas besar pada bulan politik saat ini. Waktu kampanye yang hanya 1 bulan, yaitu dari tanggal 04 Juni hingga 05 Juli  2014, isu agama banyak didengungkan ke ranah publik, terlebih-lebih di media massa, baik cetak, atau elektronik, dan bahkan di media online sosial media. Mulai dari penggunaan istilah “Perang Badar” yang seolah-olah menanamkan pemahaman “permusuhan dan pertempuran sengit” antara kebenaran dengan kebatilan, hingga isu agama yang dianut oleh capres-cawapres, bahkan agama yang dianut oleh garis keturunan sebelum dan sesudahnya.
            Terlepas dari istilah black campaign atau negative campaign, permasalahan agama sebenarnya tidak layak dijadikan sebagai alat politik pragmatis, karena akan menghilangkan nilai kesucian dan kesakralan agama tersebut. Di sisi lain, isu agama tidak harus diumbar karena secara historis negara Indonesia bukanlah negara yang dimiliki dan diperjuangkan oleh salah satu agama tertentu. Sejarah Indoensia telah membuktikan, bahwa Indonesia diperjuangan oleh para pahlawan dari berbagai macam suku, ras, golongan, dan agama. Sementara secara normatif/undang-undang atau konstitusi, Indonesia pun di dasarkan pada Pancasila, bukan pada asas salah satu agama tertentu. Oleh sebab itu, apa pun agama capres-cawapres, hak konstitusi mereka dilindungi oleh undang-undang yang berdasarkan Pancasila serta dilindungi oleh UUD 1945 untuk menjadi pemimpin bangsa ini. Dengan demikian, atas nama keadilan siapa pun boleh jadi pemimpin di negri ini.
            Perlu diketahui dan difahami bersama bahwa politik pemilihan capres dan cawapres bukanlah perang atau permusuhan melawan kebatilan dan ketidak benaran. Namun, pemilihan capres-cawapres merupakan kontestasi politik yang akan melahirkan putra-putra terbaik bangsa nantinya. Dalam bahasa agama sering dikenal dengan istilah “fastabiqul khairat” (berlomba-lombalah dalam kebaikan dan kebenaran). Oleh sebab itu, tidak perlu membawa dan memasukkan isu agama dalam politik praktis sebagai media untuk menyerang dan menjatuhkan pihak lain. Karena hakikat agama adalah sakral dan suci yang memiliki nilai perdamaian dan kasih. Biarkanlah agama hidup dan tumbuh dalam diri masing-masing penganutnya untuk membangun nilai spiritual, serta menjadi sumber semangat, dan inspirasi.
            Dalam konteks negara Indonesia yang mayoritas muslim, tidak perlu ada kekhawatiran berlebihan terhadap siapa pun calon pemimpin Indonesia. Undang-undang negara sudah sangat matang untuk melindungi hak-hak seluruh rakyat Indonesia. Di sisi lain, salah satu ulama besar terkemuka, Syaikh Ibn Taymiyah serta diperkuat oleh tokoh cendekiawan muslim Indonesia, Alwi Shihab berkata, bahwa pemimpin non muslim yang adil, lebih baik daripada pemimpin muslim yang zhalim. Ini artinya bahwa untuk masalah kepemimpinan atau dalam hal ini presiden, siapa pun berhak dan boleh tanpa pandang ras, suku, warna kulit, dan agama serta antar golongan lainnya. Dengan syarat mutlak, yaitu “keadilan.
            Akhirnya, dengan sikap inklusifisme beragama, semoga pemilihan capres-cawapres tahun 2014-2019 ini bisa lebih indah, damai dan harmonis serta kondusif. Agar pembangunan bangsa ini bisa lebih maju dan beradab ke depannya. Jika prosesi pemilihan capres-cawapres sudah diselimuti oleh black campaign/negative campaign yang sangat panas dan tidak fair yang menghalalkan segala cara, maka dikhawatirkan pada akhirnya akan lebih banyak lagi permasalahan muncul di masa depan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar