Jihad
Vs Teror
Oleh:
Arif Nuh Safri, S.Th.I, M.Hum
Melihat
fenomena munculnya Islamic State of Iraq and Syiria (ISIS) yang semakin
banyak dibahas dalam berbagai media massa, penting rasanya untuk kembali
merevitalisasi pemahaman dan pemaknaan konsep jihad seperti yang difahamkan
oleh berbagai gerakan keagamaan keras seperti ini, sehingga mampu menjadi
tameng atau perisai pelindung bagi masyarakat luas. Secara khusus di Negara
Indonesia yang multi dimensi, caranya adalah kembali menekankan asas Pancasila sebagai
falsafah dan pandangan hidup sekaligus dasar Negara, serta Bhinneka Tunggal Ika
sebagai ikatan sosial yang pada hakikatnya sudah mengakar dalam diri setiap
anak bangsa.
Gerakan
keagamaan keras dan radikal, dimanapun seringkali membawa agama untuk
menggalang dukungan masif dari berbagai golongan masyarakat. Hal ini, karena
memang perbincangan masalah agama, selalu menarik karena sensitif dan seksi.
Sensitif karena agama merupakan keyakinan atau kepercayaan yang tumbuh dan
mengakar dalam diri setiap individu, sehingga posisinya sangat sakral dan suci.
Sementara itu, agama sesalu seksi disebabkan dihinggapi atau dikelilingi oleh
unsur eksternal dari agama dan penganutnya sendiri. Baik dari unsur budaya,
adat istiadat, tradisi, dan bahkan politik, serta berbagai unsur eksternal lainnya.
Masalah
akan lebih rumit ketika berbagai unsur eksternal tersebut saling tarik-menarik
atas nama agama sesuai dengan kepentingan dan tujuan masing-masing sekaligus
mengesampingkan atau bahkan menafikan unsur atau pihak lain. Hal inilah yang
terjadi pada gerakan ISIS. Kepentingan sekelompok orang radikal yang notabene adalah
golongan radikal di Iraq dan Syiria kemudian mengatas namakan “jihad agama”
untuk mencari dukungan, simpati, atau bahkan empati dari dunia global. Termasuk
Indonesia yang memiliki jumlah masyarakat muslim terbesar di dunia.
Dengan
fenomena ini, penulis akan memaparkan perbedaan fundamental antara jihad yang
ditawarkan oleh golongan agama aliran keras (ISIS) dengan teror yang sangat
mengancam dan merusak tatanan kehidupan global. Membenturkan antara jihad dan
teror secara kasat mata memang sangat mudah untuk dibedakan, atau bahkan
disimpulkan. Namun demikian, seringkali dalam ranah praksis, keduanya seolah
tiada batas pemisah, sehingga praktek jihad bisa menjadi teror yang menakutkan,
atau sebaliknya teror pun bisa dilakukan atas nama jihad di jalan agama.
Dalam al-Qur’an, sesuai dengan kitab
Mu’jam Mufahras li Alfazh al-Qur’an term jihad dengan berbagai
derivasinya, terulang sebanyak 41 kali. Term ini seringkali dimaknai sebagai
anjuran perang, dan tak jarang disebut dengan ‘holy war’ atau perang
suci. Bahkan sering dijadikan oleh banyak ulama garis keras sebagai syarat
kesempurnaan keimanan.
Jika dirujuk serta difahami secara
mendalam, term jihad ini sebenarnya banyak digunakan dalam al-Qur’an untuk
menjelaskan berbagai bentuk kesediaan diri dan semangat diri berupa kemampuan
dan kekuatan serta kesungguhan untuk menanggung segala kesulitan. Sehingga,
mayoritas term ini digunakan dalam hal yang bersifat etis/akhlaqi dan lebih
berorientasi pada spirit kerja keras, tekun bekerja, konsisten dalam beribadah dan
mempertahankan kebenaran. Oleh karena itu pula, jihad sesungguhnya hanya akan
tercapai jika dikaitkan dengan ‘sebab moral’, bukan dikaitkan dengan perang
yang bersifak fisik, apalagi dilakukan secara masif dan membabi buta. Maka, pemaknaan
jihad yang bersifat teror, dan ancaman, apalagi permusuhan dan dekonstruksi
secara masif tidaklah pantas untuk disematkan.
Oleh
karena ini, segala bentuk kepentingan yang bersifat negatif, mulai dari
cara-cara berbau kekerasan, pembunuhan tanpa dalih yang syah, penghancuran
terhadap gedung-gedung, pengrusakan pada alam sekitar, lebih layak disebut
dengan praktek teror yang menebar ketakutan, dan kehancuran peradaban. Sehingga
tidak pantas disebut sebagai jihad fi sabilillah (berjuang di jalan
Allah). Perlu ditekankan bahwa seorang muslim yang terbaik adalah muslim yang
paling bermanfaat bagi semesta alam, yaitu muslim yang rahmatan lil ‘alamin
(rahmat dan kasih sayang bagi alam semesta).
Semoga
masyarakat Indonesia tidak terprovokasi dengan isu dan fenomena munculnya ISIS
secara khusus, dan berbagai ormas bergaris keras secara umum, sekarang, nanti
dan selamanya. Karena Indonesia adalah Negara hebat dan kuat dengan
Pancasilanya yang luar biasa dan telah terbukti mampu menaungi segala perbedaan
yang ada di bumi Nusantara ini. Amin.